MAKALAH
ASAS-ASAS
KURIKULUM
(ASAS
FILOSOFIS)
Untuk
memenuhi Tugas Pengembangan Kurikulum PAI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masa depan bangsa terletak dalam tangan generasi muda,
mutu bangsa di kemudian hari bergantung pada pendidikan yang dikecak oleh
anak-anak sekarang, terutama melalui pendidikan formal yang diterima sekolah.
Apa yang akan dicapai disekolah ditentukan oleh kurikulum sekolah itu. Jadi
,barangsiapa yang menguasai kurikulum memegang nasib bangsa dan negara. Maka
dapat dipahami bahwa kurikulum sebagai alat yang begitu vital bagi perkembangan
bangsa dipegang oleh pemerintah suatu negara. Dapat pula dipahami betapa
pentingnya usaha mengembangkan kurikulum itu. Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang kompleks, dan melibatkan
berbagai komponen yang saling terkait.
Oleh sebab
setiap guru merupakan kunci utama dalam pelaksanaan kurikulum, maka ia harus
pula memahami seluk-beluk kurikulum. Hingga batas tertentu, dalam skala mikro,
guru juga seorang pengembang kurikulum bagi kelasnya.
Asas-asas kurikulum merupakan faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dan di pertimbangkan oleh para pengembang dalam merencanakan atau
mengembangkan kurikulum. Asas - asas tersebut adalah filosofis (filsafat
pendidikan dan filsafat negara), psikologis (psikologi anak,
perkembangan dan belajar), sosiologis (kemasyarakatan) dan organisatoris
(organisasi kurikulum). Namun, dalam Makalah ini penulis memberi batasan
masalah hanya pada bahasan asas filosofis.
Semoga dengan makalah ini dapat menambah pengetahuan
tentang Asas asas kurikulum khususnya mengenai “ASAS FILOSOFIS” di dalam materi
kuliah Pengembangan Kurikulum PAI.
.
1.2.
Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian dari asas filosofis?
2. Bagaimana Asas
filosofis dalam pengembangan kurikulum?
3. Apa saja
manfaat filsafat bagi kurikulum?
1.3.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui tentang apa pengertian dari asas
filosofis.
2.
Untuk mengetahui bagaimana Asas Filosofis dalam
pengembangan kurikulum.
3.
Untuk mengetahui apa saja manfaat filsafat bagi
kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Filsafat (Filosofis)
Secara etimologis filsafat berasal dari dua kata yaitu philare yang
berarti cinta dan sophia yang berarti
kebijaksanaan. Filsafat berarti cinta pada kebijaksanaan. Agar dapat berbuat
bijak, maka seseorang harus berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari
proses berfikir, yaitu berfikir sistematis, logis dan mendalam. Dalam
mengambil keputusan mengenai kurikulum seseorang pengembang kurikulum harus
memperhatikan falsafah, baik falsafah bangsa, falsafah lembaga pendidikan dan
falsafah pendidik.
Perbedaan falsafah dengan sendirinya akan menimbulkan
perbedaan dalam tujuan pendidikan, bahan pengajaran yang disajikan, dan juga
cara mengajar serta penilaiannya. Pendidikan di negara otokratis akan berbeda
dengan negara demokratis, pendidikan yang menganut agama budha akan berbeda
dengan pendidikan yang menganut agama Islam atau kristen. Sebagai
contoh pada waktu bangsa Indonesia dijajah Jepang, maka kurikulum yang dianut
pada masa itu disesuaikan dengan kepentingan dan sistem nilai yang dianut oleh
Jepang. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaan, secara utuh bangsa Indonesia
menggunakan Pancasila sebagai dasar dan falsafah hidup dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan dengan
nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Dalam
penyusunan kurikulum di Indonesia yang harus diacu adalah filsafat pendidikan
Pancasila. Filsafat pendidikan dijadikan dasar dan terarah, sedang
pelaksanaannya melalui pendidikan.
2.2
Asas Filosofis dalam Pengembangan Kurikulum
Filsafat ,jika dilihat dari fungsinya secara praktis,
adalah sebagai sarana bagi manusia untuk memecahkan berbagai problematika
kehidupan yang dihadapinya, termasuk dalam problematika di bidang pendidikan. Filsafat
sangat penting karena harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan tentang
setiap aspek kurikulum. Untuk tiap keputusan harus ada dasrnya. Filsafat adalah
cara berpikir yang sedalam-dalamnya,yakni sampai akarnya tentang hakikat
sesuatu.
Ada orang yang berpendapat bahwa guru tak perlu
mempelajari filsafat, karena sangat abstrak dan karena itu tak praktis dan
tidak ada manfaatnya bagi pekerjaannya. Pendirian itu terlampau picik, karena
apa yang dilakukan guru harus didasarkan pada apa yang dipercayai, diyakininya
sebagai benar dan baik. Filsafat itu antara lain menentukan kepercayaan kita
tentang apakah hakikat manusia, khususnya hakikat anak dan sifat-sifatnya,
apakah sumber kebenaran dan nilai-nilai yang hendaknya menjadi pegangan hidup
kita, tentang apakah yang baik, apakah hidup yang baik, apakah yang sebaiknya
diajarkan kepada anak didik ,apakah peranan sekolah dalam masyarakat, apakah
peranan guru dalam proses mengajar dan lain-lain.
Tujuan pendidikan (goal ,objektive, atau purpose)
berfungsi bukan saja bersifat mengarahkan, tetapi juga menjadi dasar dalam
menentukan isi pelajaran, metode dan prosedur pengajaran maupun penilaian,
bahkan mendasari motivasi kerja murid dan guru sekolah. Melihat fungsi yang
sedemikian penting ini, maka jelaslah bahwa tujuan bahwa tujuan pendidikan
merupakan dasar yang sangat penting dalam penyusunan kurikulum . oleh karena itu,
sewajarnyalah jika tujuan pendidikan mendapat kesempatan pertama dalam
pembahasan masalah kurikulum ini, dalam rangka realisasi sistem pendidikan
nasional.
Para pengembang kurikulum harus mempunyai filsafat
yang jelas tentang apa yang mereka junjung tinggi. Filsafat yang kabur akan
menimbulkan kurikulum yang tidak menentu arahnya.kini terdapat berbagai aliran
filsafat, masing-masing dengan dasar pemikiran tersendiri.
a.
Falsafah Pendidikan
Maksud dan tujuan pendidikan disusun berdasarkan
kumpulan pemikiran falsafah pendidikan. Sebuah tujuan pendidikan adalah sebuah
pernyataan dari pemikiran penulis yang meyakini falsafahnya, yang diarahkan
langsung untuk misi sekolah.
1) Perennalialisme
Untuk menghadapi situasi krisis itu, perenialisme
memberikan pemecahan dengan jalan “kembali kepada kebudayaan masa lampau”
kebudayaan yang di anggap ideal.
Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan
intelektual anak melalui pengetahuan yang “abadi ,universal dan absolut”
Kurikulum yang diinginkan oleh aliran ini terdiri atas ubject atau mata
pelajaran yang terpisah sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan
seperti IPA atau IPS. Hanya mata pelajaran yang sungguh mereka anggap dapat
mengembangkan kemampuan ntelektual seperti matematika, fisika, kimia.biologi
yang diajarkan.
2) Idealisme
Filsafat ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal
dari “atas”, dari dunia supra-natural dari Tuhan. Filsafat ini umumnya
diterapkan disekolah yang berorientasi religius, semua siswa diharuskan
mengikuti pelajaran agama, menghadiri khutbah dan membaca kitab suci. Biasanya
disiplin temasuk ketat, pelanggaran diberi hukuman yan setimpal bahkan dapat
dikeluarkan dari sekolah. Namun pendidkan intelektual juga sangat diutamakan
dengan menentukan standar mutu yang tinggi.
3) Realisme
Filsafat realisme mencari kebenaran di dunia ini
sendiri. Melalui pengamatan dan penelitian ilmiah dapat ditemukan hukum-hukum
alam. Kurikulum ini tidak memperhatikan minat anak, namun diharapkan agar
menaruh minat terhadap pelajaran akademis. Ia harus sungguh-sungguh mempelajari
buku-buku berbagai disiplin ilmu.
4) Pragmatisme
Aliran ini juga disebut aliran instrumentalisme atau
utilitariansme dan berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia
berdasarkan pengalamannya. Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah
tentatif dan dapat berubah. Dalam perencanaan kurikulum orang tua dan
masyarakat sering dilibatkan agar dapat memadukan sumber-sumber pendidikan
formal dengan sumber sosial, politik dan ekonomi guna memperbaiki ekonomi
kondisi hidup manusia.
5) Eksistensialisme
Filsafat ini menguatamakan individu sebagai faktor
dalam menentukan apa yang baik dan benar. Sekolah berdasarkan eksistensialisme
mendidik anak agar ia menentukan pilihan dan keputusan sendiri dengan menolak
otoritas orang lain. Ia harus bebas berpikir dan mengambil keputusan sendiri
secara bertanggungjawab. Sekolah ini menolak segala kurikulum,pedoman,
intruksi, buku wajib, dan lain-lain dari pihak luar. Anak harus mencari
identitasnya sendiri, menentukan standarnya sendiri dan kurikulmnya sendiri.
Dengan sendiriannya mereka tidak dipersiapkan untuk menempuh ujian nasional.
Sekolah tanpa filsafat laksana kapal tanpa kemudi.
Filsafat yang berbeda atau bertentangan di kalangan pendidik tak akan membawa
bahtera pendidikan ke arah tujuan tertentu. Segala keputusan yang diambil
mengenai pendidikan atau kurikulum, bila ditelusuri secara mendalam ,mempunyai
dasar filosofis. Sering filsafat yang mendasarinya tidak dinyatakan secara
eksplisit.
Keputusan tentang PPSI ,CBSA, muatan lokal, Pendidikan
dasar 9 tahun, tentu ada dasar falsafahnya. Demikian pula di dalam kelas, bila
guru menghukum atau memuji anak, menjalankan disiplin keras atau lunak,
mendorong atau melarang anak menjadi penyanyi , membolehkan anak-anak bekerja
sama, menyuruh anak mencari data dari lapangan, di belakang itu ada falsafhnya.
Tentu diharapkan agar tindakan itu mempunyai dasar filosfis yang konsisten.
b.
Falsafah Negara Pancasila Sebagai Dasar Pendidikan
Nasional
Dalam ketetapan MPR-RI No. IV/MPR/1973 tentang
Garis-Garis Besar Halauan Negara, dikemukakan bahwa “ pendidikan pada
hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di
dalam dan di luar sekolah serta berlangsung seumur hidup, oleh karenanya ,agar
pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan
masing-masing individu, maka pendidikan tersebut merupakan tanggungjawab
keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pancasila
yang kita akui dan diterima sebagai filsafat dan pandangan hidup bangsa kita,
yang dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari hari, dijadikan pula filsafat
pendidikan kita.
Setiap negara tentu mempunyai filsafat yang berbeda.
Artinya landasan filosofis dan tujuan pendidikannya juga berbeda. Di Indonesia,
landasan filosofis pengembangan sistem pendidikan nasional secara formal adalah
Pancasila yang terdiri atas lima sila, yaitu:
a)
Ketuhanan
Yang Mahaesa, b) Kemanusiaan yang adil
dan beradab, c) Persatuan Indonesia, d)
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
dan e) Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Implikasinya bagi
pengembang kurikulum adalah :
a. Nilai-nilai
pancasila harus dipelajari secara mendalam dan komprehensif sesuai dengan sifat
kajian filsafat, baik dari segi ontologi, epistemologi dan aksiologi.
b. Kelima sila
tersebut berisi nilai-nilai moal yang luhur sebagai dasar dan sumber dalam
merumuskan tujuan pendidikan pada setiap tingkatan memilih dan mengembangkan isi/bahan
kurikulum ,stategi pembelajaran .media pembelajaran dan sistem evaluasi.
2.3
Manfaat
Filsafat Bagi Kurikulum
Manfaat filsafat bagi kurikulum,
yakni:
a.
Filsafat
pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbing. Sekolah ialah
suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik anak menjadi
manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Jadi, filsafat menentukan tujuan pendidikan.
b.
Dengan
adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil pendidikan yang
harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.
c.
Filsafat
juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan
itu.
d.
Filsafat
memberikan kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-lepas.
Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak.
e.
Memberikan
petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana tujuan itu telah tercapai.
f.
Memberi motivasi dalam proses belajar-mengajar,
bila jelas diketahui apa yang ingin dicapai.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sebagai
kesimpulan dari uraian makalah ini,
adalah bahwa asas-asas dalam pengembangan kurikulum yang perlu
diperhatikan adalah ,dengan asas falsafah, maka akan terarah,
sebab segala keputusan yang diambil mengenai pendidikan atau kurikulum, bila
tanpa landasan falsafah maka layaknya seperti kapal tanpa pengemudi. Secara
etimologis filsafat berasal dari dua kata yaitu philare yang
berarti cinta dan sophia yang berarti
kebijaksanaan. Filsafat berarti cinta pada kebijaksanaan. Agar dapat berbuat
bijak, maka seseorang harus berpengetahuan.
B.
Kritik
dan Saran
Demikian makalah yang dapat kami
susun. Tentunya dalam penguraian di atas masih banyak pengurangan dan kelemahan
di dalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca yang sifatnya membangun
sangat kami harapkan. Untuk itu apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat
kesalahan dalam uraian, kami mohon maaf yang sebesar besarnya. Akhirnya semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami khususnya dan bagi para para
pembaca umumnya amin.
DAFTAR
PUSTAKA
»
Arifin, Zainal .Konsep dan Model Pengembangan
Kurikulum,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2013).
»
Idi Abdullah, Jalaluddin H , Filsafat Pendidikan,(Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada,2011).
»
Hamalik,Oemar ,Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum,
(Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2013).
»
Mulyana, E, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum
2013,( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013).
»
Nasution S. ,Asas-Asas Kurikulum,(Jakarta:Bumi
Aksara,2011).
»
Khobir,Abdul , Filsafat Pendidikan Islam
(Pekalongan: Stain Press,2009).