Jumat, 16 Mei 2014

Asas-Asas Kurikulum (ASAS FILOSOFIS)


MAKALAH
ASAS-ASAS KURIKULUM
(ASAS FILOSOFIS)

Untuk memenuhi Tugas Pengembangan Kurikulum PAI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Masa depan bangsa terletak dalam tangan generasi muda, mutu bangsa di kemudian hari bergantung pada pendidikan yang dikecak oleh anak-anak sekarang, terutama melalui pendidikan formal yang diterima sekolah. Apa yang akan dicapai disekolah ditentukan oleh kurikulum sekolah itu. Jadi ,barangsiapa yang menguasai kurikulum memegang nasib bangsa dan negara. Maka dapat dipahami bahwa kurikulum sebagai alat yang begitu vital bagi perkembangan bangsa dipegang oleh pemerintah suatu negara. Dapat pula dipahami betapa pentingnya usaha mengembangkan kurikulum itu. Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang kompleks, dan melibatkan berbagai komponen yang saling terkait.
 Oleh sebab setiap guru merupakan kunci utama dalam pelaksanaan kurikulum, maka ia harus pula memahami seluk-beluk kurikulum. Hingga batas tertentu, dalam skala mikro, guru juga seorang pengembang kurikulum bagi kelasnya.
Asas-asas kurikulum merupakan faktor-faktor yang perlu diperhatikan dan di pertimbangkan oleh para pengembang dalam merencanakan atau mengembangkan kurikulum. Asas - asas tersebut adalah filosofis (filsafat pendidikan dan filsafat negara), psikologis (psikologi anak, perkembangan dan belajar), sosiologis (kemasyarakatan) dan organisatoris (organisasi kurikulum). Namun, dalam Makalah ini penulis memberi batasan masalah hanya pada bahasan asas filosofis.
Semoga dengan makalah ini dapat menambah pengetahuan tentang Asas asas kurikulum khususnya mengenai “ASAS FILOSOFIS” di dalam materi kuliah Pengembangan Kurikulum PAI.
.
1.2.     Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian dari asas filosofis?
2.    Bagaimana Asas filosofis dalam pengembangan kurikulum?
3.    Apa saja manfaat filsafat bagi kurikulum?

1.3.     Tujuan Penulisan
1.         Untuk mengetahui tentang apa pengertian dari asas filosofis.
2.         Untuk mengetahui bagaimana Asas Filosofis dalam pengembangan kurikulum.
3.         Untuk mengetahui apa saja manfaat filsafat bagi kurikulum.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1.     Pengertian Filsafat (Filosofis)
Secara etimologis filsafat berasal dari dua kata yaitu philare yang berarti cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Filsafat berarti cinta pada kebijaksanaan. Agar dapat berbuat bijak, maka seseorang harus berpengetahuan. Pengetahuan tersebut diperoleh dari proses berfikir, yaitu berfikir sistematis, logis dan mendalam. Dalam mengambil keputusan mengenai kurikulum seseorang pengembang kurikulum harus memperhatikan falsafah, baik falsafah bangsa, falsafah lembaga pendidikan dan falsafah pendidik.
Perbedaan falsafah dengan sendirinya akan menimbulkan perbedaan dalam tujuan pendidikan, bahan pengajaran yang disajikan, dan juga cara mengajar serta penilaiannya. Pendidikan di negara otokratis akan berbeda dengan negara demokratis, pendidikan yang menganut agama budha akan berbeda dengan pendidikan yang menganut agama Islam atau kristen. Sebagai contoh pada waktu bangsa Indonesia dijajah Jepang, maka kurikulum yang dianut pada masa itu disesuaikan dengan kepentingan dan sistem nilai yang dianut oleh Jepang. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaan, secara utuh bangsa Indonesia menggunakan Pancasila sebagai dasar dan falsafah hidup dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan dengan nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Dalam penyusunan kurikulum di Indonesia yang harus diacu adalah filsafat pendidikan Pancasila. Filsafat pendidikan dijadikan dasar dan terarah, sedang pelaksanaannya melalui pendidikan.

2.2     Asas Filosofis dalam Pengembangan Kurikulum
Filsafat ,jika dilihat dari fungsinya secara praktis, adalah sebagai sarana bagi manusia untuk memecahkan berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya, termasuk dalam problematika di bidang pendidikan. Filsafat sangat penting karena harus dipertimbangkan dalam mengambil keputusan tentang setiap aspek kurikulum. Untuk tiap keputusan harus ada dasrnya. Filsafat adalah cara berpikir yang sedalam-dalamnya,yakni sampai akarnya tentang hakikat sesuatu.
Ada orang yang berpendapat bahwa guru tak perlu mempelajari filsafat, karena sangat abstrak dan karena itu tak praktis dan tidak ada manfaatnya bagi pekerjaannya. Pendirian itu terlampau picik, karena apa yang dilakukan guru harus didasarkan pada apa yang dipercayai, diyakininya sebagai benar dan baik. Filsafat itu antara lain menentukan kepercayaan kita tentang apakah hakikat manusia, khususnya hakikat anak dan sifat-sifatnya, apakah sumber kebenaran dan nilai-nilai yang hendaknya menjadi pegangan hidup kita, tentang apakah yang baik, apakah hidup yang baik, apakah yang sebaiknya diajarkan kepada anak didik ,apakah peranan sekolah dalam masyarakat, apakah peranan guru dalam proses mengajar dan lain-lain.
Tujuan pendidikan (goal ,objektive, atau purpose) berfungsi bukan saja bersifat mengarahkan, tetapi juga menjadi dasar dalam menentukan isi pelajaran, metode dan prosedur pengajaran maupun penilaian, bahkan mendasari motivasi kerja murid dan guru sekolah. Melihat fungsi yang sedemikian penting ini, maka jelaslah bahwa tujuan bahwa tujuan pendidikan merupakan dasar yang sangat penting dalam penyusunan kurikulum . oleh karena itu, sewajarnyalah jika tujuan pendidikan mendapat kesempatan pertama dalam pembahasan masalah kurikulum ini, dalam rangka realisasi sistem pendidikan nasional.
Para pengembang kurikulum harus mempunyai filsafat yang jelas tentang apa yang mereka junjung tinggi. Filsafat yang kabur akan menimbulkan kurikulum yang tidak menentu arahnya.kini terdapat berbagai aliran filsafat, masing-masing dengan dasar pemikiran tersendiri.
a.              Falsafah Pendidikan
Maksud dan tujuan pendidikan disusun berdasarkan kumpulan pemikiran falsafah pendidikan. Sebuah tujuan pendidikan adalah sebuah pernyataan dari pemikiran penulis yang meyakini falsafahnya, yang diarahkan langsung untuk misi sekolah.
1)      Perennalialisme
Untuk menghadapi situasi krisis itu, perenialisme memberikan pemecahan dengan jalan “kembali kepada kebudayaan masa lampau” kebudayaan yang di anggap ideal.
Aliran ini bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui pengetahuan yang “abadi ,universal dan absolut” Kurikulum yang diinginkan oleh aliran ini terdiri atas ubject atau mata pelajaran yang terpisah sebagai disiplin ilmu dengan menolak penggabungan seperti IPA atau IPS. Hanya mata pelajaran yang sungguh mereka anggap dapat mengembangkan kemampuan ntelektual seperti matematika, fisika, kimia.biologi yang diajarkan.
2)      Idealisme
Filsafat ini berpendapat bahwa kebenaran itu berasal dari “atas”, dari dunia supra-natural dari Tuhan. Filsafat ini umumnya diterapkan disekolah yang berorientasi religius, semua siswa diharuskan mengikuti pelajaran agama, menghadiri khutbah dan membaca kitab suci. Biasanya disiplin temasuk ketat, pelanggaran diberi hukuman yan setimpal bahkan dapat dikeluarkan dari sekolah. Namun pendidkan intelektual juga sangat diutamakan dengan menentukan standar mutu yang tinggi.
3)      Realisme
Filsafat realisme mencari kebenaran di dunia ini sendiri. Melalui pengamatan dan penelitian ilmiah dapat ditemukan hukum-hukum alam. Kurikulum ini tidak memperhatikan minat anak, namun diharapkan agar menaruh minat terhadap pelajaran akademis. Ia harus sungguh-sungguh mempelajari buku-buku berbagai disiplin ilmu.
4)      Pragmatisme
Aliran ini juga disebut aliran instrumentalisme atau utilitariansme dan berpendapat bahwa kebenaran adalah buatan manusia berdasarkan pengalamannya. Tidak ada kebenaran mutlak, kebenaran adalah tentatif dan dapat berubah. Dalam perencanaan kurikulum orang tua dan masyarakat sering dilibatkan agar dapat memadukan sumber-sumber pendidikan formal dengan sumber sosial, politik dan ekonomi guna memperbaiki ekonomi kondisi hidup manusia.
5)      Eksistensialisme
Filsafat ini menguatamakan individu sebagai faktor dalam menentukan apa yang baik dan benar. Sekolah berdasarkan eksistensialisme mendidik anak agar ia menentukan pilihan dan keputusan sendiri dengan menolak otoritas orang lain. Ia harus bebas berpikir dan mengambil keputusan sendiri secara bertanggungjawab. Sekolah ini menolak segala kurikulum,pedoman, intruksi, buku wajib, dan lain-lain dari pihak luar. Anak harus mencari identitasnya sendiri, menentukan standarnya sendiri dan kurikulmnya sendiri. Dengan sendiriannya mereka tidak dipersiapkan untuk menempuh ujian nasional.
Sekolah tanpa filsafat laksana kapal tanpa kemudi. Filsafat yang berbeda atau bertentangan di kalangan pendidik tak akan membawa bahtera pendidikan ke arah tujuan tertentu. Segala keputusan yang diambil mengenai pendidikan atau kurikulum, bila ditelusuri secara mendalam ,mempunyai dasar filosofis. Sering filsafat yang mendasarinya tidak dinyatakan secara eksplisit.
Keputusan tentang PPSI ,CBSA, muatan lokal, Pendidikan dasar 9 tahun, tentu ada dasar falsafahnya. Demikian pula di dalam kelas, bila guru menghukum atau memuji anak, menjalankan disiplin keras atau lunak, mendorong atau melarang anak menjadi penyanyi , membolehkan anak-anak bekerja sama, menyuruh anak mencari data dari lapangan, di belakang itu ada falsafhnya. Tentu diharapkan agar tindakan itu mempunyai dasar filosfis yang konsisten.

b.             Falsafah Negara Pancasila Sebagai Dasar Pendidikan Nasional
Dalam ketetapan MPR-RI No. IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Halauan Negara, dikemukakan bahwa “ pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah serta berlangsung seumur hidup, oleh karenanya ,agar pendidikan dapat dimiliki oleh seluruh rakyat sesuai dengan kemampuan masing-masing individu, maka pendidikan tersebut merupakan tanggungjawab keluarga, masyarakat dan pemerintah. Pancasila yang kita akui dan diterima sebagai filsafat dan pandangan hidup bangsa kita, yang dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari hari, dijadikan pula filsafat pendidikan kita.
Setiap negara tentu mempunyai filsafat yang berbeda. Artinya landasan filosofis dan tujuan pendidikannya juga berbeda. Di Indonesia, landasan filosofis pengembangan sistem pendidikan nasional secara formal adalah Pancasila yang terdiri atas lima sila, yaitu:
a)                   Ketuhanan Yang Mahaesa, b)   Kemanusiaan yang adil dan beradab, c) Persatuan Indonesia, d)  Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan e)  Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Implikasinya bagi pengembang kurikulum adalah :
a.      Nilai-nilai pancasila harus dipelajari secara mendalam dan komprehensif sesuai dengan sifat kajian filsafat, baik dari segi ontologi, epistemologi dan aksiologi.
b.     Kelima sila tersebut berisi nilai-nilai moal yang luhur sebagai dasar dan sumber dalam merumuskan tujuan pendidikan pada setiap tingkatan memilih dan mengembangkan isi/bahan kurikulum ,stategi pembelajaran .media pembelajaran dan sistem evaluasi.

2.3      Manfaat Filsafat Bagi Kurikulum
Manfaat filsafat bagi kurikulum, yakni:
a.             Filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus dibimbing. Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik anak menjadi manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Jadi, filsafat menentukan tujuan pendidikan.
b.             Dengan adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil pendidikan yang harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.
c.             Filsafat juga menentukan cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan itu.
d.            Filsafat memberikan kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-lepas. Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak.
e.             Memberikan petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana tujuan itu telah tercapai.
f.              Memberi motivasi dalam proses belajar-mengajar, bila jelas diketahui apa yang ingin dicapai.



BAB III
PENUTUP
A.            Kesimpulan
Sebagai kesimpulan dari uraian makalah ini,  adalah bahwa asas-asas dalam pengembangan kurikulum yang perlu diperhatikan adalah ,dengan asas falsafah, maka akan terarah, sebab segala keputusan yang diambil mengenai pendidikan atau kurikulum, bila tanpa landasan falsafah maka layaknya seperti kapal tanpa pengemudi. Secara etimologis filsafat berasal dari dua kata yaitu philare yang berarti cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Filsafat berarti cinta pada kebijaksanaan. Agar dapat berbuat bijak, maka seseorang harus berpengetahuan.

B.            Kritik dan Saran
Demikian makalah yang dapat kami susun. Tentunya dalam penguraian di atas masih banyak pengurangan dan kelemahan di dalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca yang sifatnya membangun sangat kami harapkan. Untuk itu apabila dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan dalam uraian, kami mohon maaf yang sebesar besarnya. Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kelompok kami khususnya dan bagi para para pembaca umumnya amin.



DAFTAR PUSTAKA
»          Arifin, Zainal .Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2013).
»          Idi Abdullah, Jalaluddin H , Filsafat Pendidikan,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2011).
»          Hamalik,Oemar ,Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2013).
»          Mulyana, E, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013,( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013).
»          Nasution S. ,Asas-Asas Kurikulum,(Jakarta:Bumi Aksara,2011).
»          Khobir,Abdul , Filsafat Pendidikan Islam (Pekalongan: Stain Press,2009).
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

BTemplates.com

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

rahmadnyell@. Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Cari Blog Ini

Pages - Menu